Gangguan Delirium
Halgin dan Withbourne (2010)
mengemukakan bahwa delirium adalah kondisi yang terjadi sementara waktu yang
menyebabkan individu mengalami tertutupnya kesadaran sehingga mereka tidak
menyadari apa yang terjadi di sekitar mereka dan tidak mampu untuk fokus atau
memusatkan perhatian.
Individu
akan mengalami perubahan kognitif yang membuat ingatan menjadi kabur dan
mengalami disorientasi. Orang yang mengidap delirium akan lupa dengan apa yang
baru saja terjadi satu jam yang lalu, bahkan tidak menyadari hari dalam
seminggu. Kemampuan berbicara sulit dipahami, sering berpindah dari satu topic
ke topic yang lain, dan tidak karuan. Individu mengalami delusi, halusinasi,
ilusi, dan gangguan emosional seperti kecemasan, euphoria, dan mudah marah.
Individu dapat melakukan hal-hal yang berbahaya secara fisik seperti jatuh dari
tangga, dan berlari ke jalan dengan lalu lintas yang padat.
Pada
banyak kasus, delirium disebabkan oleh perubahan yang terjadi pada metabolism
otak dan biasanya mencerminkan sesuatu yang abnormal sedang terjadi di dalam
tubuh. Penyebab lainnya juga dapat disebabkan oleh banyak faktor termasuk
keadaan mabuk karena pengaruh zat kimia tertentu, cedera otak, demam tinggi,
dan kekurangan vitamin. Orang dari berbagai usia dapat terkena delirium tetapi
lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut yang di rawat di rumah sakit jiwa
terutama pasien bedah dengan gangguan kognitif yang sudah ada sebelumnya dan
simtom depresi (Minden dkk., 2005). Banyak terjadi pada pasien usia lanjut
dikarenakan dengan adanya fakta bahwa mereka memiliki fisik yang mudah goyah
dan memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk menjalani operasi yang dapat
memancing terjadinya delirium (Curyto dkk., 2001).
Serangan
gangguan delirium biasanya terjadi secara cepat, berkembang paling lama dalam
waktu beberapa hari, dan berlangsung selama periode waktu yang singkat jarang
terjadi pada periode waktu lebih dari satu bulan. Pada beberapa kasus, individu
menunjukkan perkembangan simtom yang lebih lambat dan tidak terlihat. Individu
dapat mengalami berbagai macam gangguan emosional seperti kecemasan, ketakutan,
depresi, mudah marah, euphoria, gelisah, kesulitan untuk berpikir jernih, dan
hipersensitif terhadap rangsangan auditori dan visual selama beberapa hari.
Selama gangguan terjadi simtom-simtom dapat berubah-ubah sesuai dalam satu
hari, misalnya simtom menghilang pada pagi hari dan semakin memburuk pada malam
hari, dan ketika tidru individu terganggu dengan mimpi buruk yang terasa nyata.
Intervesi
yang dilakukan dapat berdasarkan pendekatan multidimensional seperti pemberian
edukasi pada staf asesmen mengenai pencegahan, treatmen, dan memahami kebutuhan
pasien delirium (Lundstrom dkk., 2005).
Gangguan Amnestik
Amnestik
atau amnesia merupakan gangguan dimana individu tidak dapat mengingat kembali
informasi yang telah dipelajari sebelumnya atau tidak dapat menyimpan ingatan
baru. Individu mengalami ketidakmampuan untuk memasukkan peristiwa yang baru
saja terjadi ke dalam memori dan ketidakmampuan untuk mengingat kembali
informasi penting. Kehilangan ingatan terjadi akibat kerusakan yang terjadi
pada daerah subkortikal pada otak yang bertanggungjawab untuk menggabungkan dan
memanggil kembali informasi. DSM-IV-TR membagi dua kategori utama terkait
gangguan amnestik yaitu:
a. Gangguan
amnestik yang terjadi karena kondisi medis bersifat kronis seperti trauma pada
kepala, kekurangan oksigen, atau herpes simpleks yang biasanya berlangsung
selama satu bulan atau sementara waktu.
b. Gangguan
yang terjadi karena penggunaan obat-obatan yang menyebabkan gangguan kerusakan
memori yang serius (substance
induced-persisting amnestic disorder). Dapat disebabkan oleh sejumlah zat
kimia termasuk pengobatan, obat-obatan terlarang, toksin pada lingkungan,
seperti timah, merkuri, insektisida, dan cairan pelarut buangan industry.
Bentuk
Amnesia
a.
Anterograde amnesia yaitu
individu tidak mampu mentranser kejadian baru dalam ingatan jangka pendek ke
ingatan jangka panjang yang permanen. Individu tidak mampu mengingat hal-hal
yang terjadi setelah munculnya amnesia ini walaupun peristiwa baru terjadi beberapa
saat yang lalu. Bentuk amnesia ini tidak dapat disembuhkan dengan terapi atau
terjadi lupa permanen.
b.
Retrograde amnesia yaitu
individu tidak mampu mengingat kembali masa lalu yang lebih dari peristiwa lupa
biasa. Namun amnesia ini dapat disembuhkan dengan terapi.
Kedua bentuk
amnesia di atas dapat muncul bersamaan pada penderita yang sama seperti pada
pengendara sepeda motor yang tidak dapat mengingat akan pergi kemana dia
sebelum tabrakan (retrograde amnesia), dan juga melupakan kejadian di rumah
sakit dua hari setelah tabrakan (anterograde amnesia).
c.
Amnesia parsial yaitu
individu tidak mampu mengingat dan mengenali beberapa orang dalam jangka waktu
3 tahun bahkan selamanya. Amnesia ini biasanya disebabkan oleh individu pernah mengalami
operasi transplantasi sum-sum tulang belakang. Amnesia parsial terjadi cukup
langka karna tidak banyak orang yang mau untuk melakukan tranplantasi sum-sum
tulang belakang untuk pengobatan penyakit Thalassemia Mayor.
d.
Amnesia Disosiatif
Individu yang mengalami amnesia
disosiaif tidak mampu untuk mengingat detail personal yang penting dan
pengalaman yang seringkali berhubungan dengan kejadian traumatis atau sangat
menekan. Memori hilang tanpa berhubungan dengan adanya disfungsi otak yang
berkaitan dengan kerusakan otak atau obat-obatan, juga bukan kondisi lupa yang
umumnya terjadi. Individu dengan amnesia disosiatif umunya memberikan gambaran
tentang sebuah rentang atau rangkaian dalam ingatan mengenai kejadian di masa
lalu atau bagian kehidupan mereka. Ada empat jenis amnesia disosiatif yaitu
sebagai berikut:
a. Localized amnesia
Individu lupa semua
kejadian yang terjadi selama interval waktu tertentu. Biasanya interval waktu
ini diikuti dengan cepat oleh kejadian yang sangat mengganggu seperti kecelakaan mobil, kebakaran, atau
bencana alam.
b. Selective amnesia
Individu tidak dapat
mengingat kembali beberapa hal yang terjadi dalam sebuah kejadian. Seperti
orang yang selamat dari kecelakaan dapat mengingat saat ambulans membawanya
namun tidak dapat mengingat bagaimana ia selamat dari kecelakaan mobil.
c. Generalized amnesia
Sebuah sindrom dimana
individu tidak dapat mengingat kembali semua hal dalam hidupnya.
d. Continuous amnesia
Individu tidak dapat mengingat
kembali kejadian khusus dan mencakup waktu saat itu. Seperti, seorang veteran
perang dapat mengingat kembali masa kanak-kanaknya, masa muda hingga ia
bergabung ke dalam militer namun ia lupa semua hal yang terjadi setelah
perjalanan pertamanya dalam tugas perang.
Treatment
Treatment |yang
digunakan bermacam-macam, sebagian besar karena kondisinya juga bervariasi.
Tujuan utama dalam memberika treatment terhadap orang dengan symptom-simptom
disosiatif adalah dengan membawa kestabilan dan integrasi dalam hidup mereka.
Hal yang penting dalam treatment mereka adalah membangun sebuah lingkungan yang
aman, jauh dari stressor yang mengancam yang mungkin dapat membangkitkan
disosiasi. Pada keamanan dalam konteks treatment, klinisi akan mengenalkan
teknik yang akan menenangkan, beberapa bersifat psikoterapeutik dan yang lain
bersifat psikofarmakologis. Beberapa klinisi akan menambah obat dan intervensi
yang juga dapat membantu meningkatkan kondisi tenang. Obat yang paling umum
digunakan adalah sodium pentobarbital dan sodium amobarbital yang memfasilitasi
proses wawancara, khususnya pada klien yang mengalami amnesia disosiatif. Jika
amnesianya telah hilang, maka klinisi akan membanti klien menemukan kejadian
apa dan factor-faktor apa yang menyebabkan amnesia.
Demensia
Demensia
adalah bentuk kerusakan kognitif yang melibatkan penurunan yang terjadi terus
menerus pada fungsi memori dan kemampuan mempelajari informasi baru, kemampuan
dalam berkomunikasi, memutuskan, dan koordinasi motorik. Selain itu individu
mengalami perubahan pada kondisi kepribadian dan emosional.
Penyebab
utama demensia yaitu terjadinya kerusakan otak yang besar dan terus meningkat.
Selain itu beberapa kondisi fisik yang dapat menyebabkan demensia yaitu
penyakit vascular (pernapasan), AIDS, trauma pada kepala, dan zat-zat
psikoaktif.
Karakteristik
Demensia
1. Hilangnya
memori
Tanda
awal individu mengalami demensia yaitu terjadinya kerusakan ringan pada fungsi
memori yang menyebabkan ketidakmampuan untuk mengingat kembali informasi apapun
yang baru saja terjadi. Individu perlahan-lahan akan mengalami hal-hal sebagai
berikut:
1) Afasia
yaitu hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa yang disebabkan oleh
kerusakan pada daerah otak untuk berbicara dan bahasa. Kerusakan tersebut akan
memengaruhi kemampuan individu memproduksi dan memahami bahasa. Afasia terbagia
lagi menjadi dua yaitu:
a. Afasia
wernicke yaitu individu mampu menghasilkan kata-kata tetapi kehilangan
kemampuan untuk memahami sehingga verbalisasi yang dihasilkannya tidak memiliki
arti apapun.
b. Afasia
broca yaitu memiliki gangguan dalam memproduksi bahasa tapi masih mampu
memahami bahasa dengan baik.
2) Apraksia
yaitu individu kehilangan kemampuan dalam mengoordinasikan gerakan tubuh yang
sebelumnya dapat ia lakukan tanpa mengalami kesulitan. Gangguan terjadi bukan
disebabkan oleh adanya kelemahan fisik atau penurunan fungsi otot tapi
disebabkan oleh kemunduran fungsi otak.
3) Agnosia
yaitu individu tidak mampu mengenali benda-benda atau pengalaman yang sudah
lazim meskipun individu tetap memiliki kemampuan dalam memahami elemen
dasarnya.
2. Gangguan
pada fungsi eksekutif
Gangguan
yang terjadi pada kemampuan kognitif seperti berpikir abstrak, merencanakan,
mengorganisasi, dan melakukan perilaku tertentu. Disfungsi eksekutif terlihat
jelas dalam perilaku sehari-hari seperti kebingungan untuk menyalakan kompor,
bingung dalam menulis angka, tidak tahu cara mengangkat telepon, dan adanya
kerusakan dalam berpikir abstrak.
Treatment
Dalam
sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan. Para peneliti membuat
terobosan ke pengobatan yang dapat memperlambat progresifitas demensia. Selama
tahap awal individu akan diberikan inhibitor cholinestaerase. Selain itu,
terapi kognitif dan perilaku juga dapat digunakan untuk penderita. Beberapa
studi penelitian menemukan bahwa terapi music juga dapat membantu penderita demensia.
Dan juga ada beberapa obat yang telah disetujui sebagai pengobatan untuk
penderita demensia yaitu tacrine (cognex), donepezil (Aricept), galantamine
(razadyne), dan rivastigmine (Exelon).
Referensi
Halgin, R. P., & Whitbourne, S. K.
(2010). Psikologi abnormal: Perspektif
klinis pada gangguan psikologis. Jilid I. (Diterjemahkan oleh Tusya’ni, A.,
dkk.). Jakarta: Salemba Humanika.
Halgin, R. P., & Whitbourne, S. K.
(2010). Psikologi abnormal: Perspektif
klinis pada gangguan psikologis. Jilid II. (Diterjemahkan oleh Tusya’ni,
A., dkk.). Jakarta: Salemba Humanika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar